Nestapa Wa Halima ; Usia Uzur, Miskin dan Punya Anak Keterbelakangan Mental

Wa Halima, perempuan tua dari Baubau yang hdup dengan kemiskinan dan gangguan jiwa

Wa Halima warga Kota Baubau. Ia punya empat calon walikota. Mereka pernah jadi walikota, wakil walikota, Ketua DPRD termasuk yang pengusaha berharta puluhan miliar. Tapi, nasib Wa Halima masih sama seperti 40 tahun lalu. Merawat kemiskinan dengan segala cobaannya.

Hengky Tri Arianto, Baubau

LENTERASULTRA.com-Cat hijau rumah itu sudah terlihat kusam dimakan usia. Dinding luarnya, ada aneka poster promo film hingga wajah calon pemimpin daerah. Itu dipakai menambal beberapa celah dari dinding papan yang sudah mulai terlihat digerogoti rayap. Pekarangannya ada genangan air yang dibiarkan karena tak ada parit yang mengalirkannya.

Di tangga rumah yang ketinggiannya hanya sekitar 1 meteran dari tanah itu, duduk seorang perempuan tua. Saat senyum, urat keriput dari pipinya terlihat jelas. Menutupi lututnya dengan handuk kumal, ia menyambut tiga orang tetamu yang datang ke kediamannya, Rabu (21/3) lalu. Wa Halima, perempuan yang kenyang dengan nestapa hidup, tak tertarik mengajak tetamunya itu masuk rumah.

Usia perempuan ini sudah mendekati 80 tahun. Sejak 40 tahun silam, ia menjanda. Suaminya tak meninggalkan harta yang banyak, justru mengujinya dengan kesabaran. Seorang anak perempuan bernama Wa Jia yang buta dan pengidap keterbelakangan mental jadi warisan sang suami. Anak yang usianya sudah 40 tahunan itu pula yang selama ini menemani hidup Wa Halima, bersama kemiskinan, yang setia ia rawat.

Rumah mereka terletak di Kelurahan Kampenaho, Kecamatan Bungi, Baubau. Luasnya tak lebih dari 5X4 meter. Terang hanya diperoleh dari matahari saat siang. Bila malam tiba, cahaya Pelita yang diandalkan ibu anak ini. Tentu saja semua sudut rumah tak bisa terjangkau cahaya redup itu.

Sejatinya, perempuan ini adalah warga asli Lambusango, Kecamatan Kapuntori, Kabupaten Buton itu. Ia harus berjuang sendiri menafkahi anak semata wayangnya. Bahkan tidak jarang, kehidupannya ditopang dari belas kasih tetangga serta kerabat terdekatnya. Pada tahun 1980-an, dia menikah dengan suami pertamanya dan melahirkan tiga orang anak. Kondisinya saat itu, masih sama dengan masyarakat Kampeonaho pada umumnya.

Namun duka mulai berangsur mendekati kehidupannya, pasca ditinggal meninggal kakak dan adik dari Wa Jia serta disusul suami tercintanya sekitar tahun 1990. Setelah beberapa tahun kemudian, nenek Halima rupanya dipertemukan dengan jodoh keduanya dan kemudian menikah. Namun dari pernikahan keduanya, dirinya tidak dikaruniai keturunan. Hingga sekitar tahun 2004 yang lalu, suami keduanya pun kembali menghadap sang pencipta meninggalkan dirinya beserta Wa Jia.

Sejak saat itu, kondisinya Nenek Wa Halima mulai berubah, ganggung jiwa yang kadang-kadang datang, hingga harus menutup diri dengan para tetangganya. Apabila diberikan bantuan, dia tidak mau mengambil apa bila yang datang tak dikenali. Bahkan namanya sudah dihapus dari daftar warga Kota Baubau karena dianggap gila akibat korban politik sekitar tahun 2007 lalu. Sejak saat itu, banyak bantuan sosial seperti bedah rumah serta bantuan lainnya tidak diperolehnya karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Petugas dan Kemensos saat mendatangi kediaman Wa Halima guna menyerahkan bantuan

“Sejak tahun 2007 hingga sekarang, dia sudah tidak mendapatkan bantuan apapun, sebab setiap mendapatkan bantuan, dia tidak mempunyai KTP, sehingga digantkan orang lain,” jelas, Zahmin keponakan dari nenek Wa Halima.

Lain halnya, Wa Jia yang tidak bisa berbuat apa-apa, hanya dapat berkurung didalam rumah saja. Dulu, dia hanya mengalami cacat dan dapat melihat orang, akan tetapi bertahun-tahun tinggal di dalam rumah dengan keadaan gelap, Wa Jia mengalami kebutaan.

“Dia dapat melihat orang, kalau ada cahaya, tapi sekarang tidak bisa melihat. Didalam rumahnya tidak ada cahaya, pernah dipasangkan lampu, tapi dijolok sama mamanya sehingga lampunya picah,” tuturnya.

Melihat kondisi nenek Wa Halima dan Wa Jia, Kementerian Sosial RI bersama Dinas Sosial Kota Baubau, rupanya tergerak hati untuk membantu nenek Halima. Bantuan berupa Program Keluarga Harapan (PKH) serta bantuan beras kesejahteraan (Rastra), mulai diserahkan langsung nenek Halima. Bantuan PKH itu berupa uang non tunai, sejumalah Rp 2 juta, namun pencairannya itu dilakukan sebanyak empat kali secara bertahap, selama satu tahun, sedangkan beras yang diberikan sebanyak tiga karung.

“Nanti akan dilihat, kalau kedepannya kondisinya masih sama, kita pasti akan mengupayakan PKH ini tetap berlanjut,” tutur H La Ode Zulkifli, Kepala Dinas Sosial Kota Baubau, usai menyerahkan bantuan, Rabu (21/3).

Selain itu, pihak Kelurahan Kampenaho lagi mengupayakan agar nenek Halima dan Wa Jia kembali terdaftar di Kantor Catatan Sipil Kota Baubau. Namun karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk bepergian jauh, sehingga pihaknya meminta dari Catatan Sipil yang datang ke Kampeonaho untuk mendata keduanya.

“Mudah-mudahan secapatnya selesai, supaya keduanya bisa kembali mendapatkan bantuan dari pemerintah,” ungkap, La Ode Zainuddin, Lurah Kampeonaho, saat di temui di beberapa awak media di kediamannya.(***)

Baubaumiskin