Bisnis Esek-esek Ternyata Masih Hidup di Gang Dolly

Tiga PSK yang diamankan di Mapolrestabes Surabaya, Minggu dinihari (21/1). Mereka secara sembunyi-sembunyi masih menjalankan bisnis prostitusi di eks Gang Dolyy

LENTERASULTRA.com-Eks lokalisasi Dolly di Surabaya ternyata tak pernah mati. Geliat esek-esek masih terus terjadi di tempat yang pernah dijuluki sebagai lokasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu. Buktinya, minggu (21/1) dini hari, sebuah wisma di gang itu digerebek. Hasilnya, polisi mengamankan enam orang yang terdiri dari 3 PSK, dua mucikari dan dua pria hidung belang.

Mereka adalah HDY (37), LK (42), dan YS (29). Ketiganya merupakan PSK yang biasa melayani tamu di wisma Borneo. Sedangkan dua pria hidung belang yang diamankan ialah AA (35), serta RB (19) keduanya diamankan saat asyik kencan dengan dua PSK yang ia pesan.

Tak hanya itu, dua mucikari juga berhasil diamankan polisi, mereka adalah, Basuki, 29, dan Tasipin,39, keduanya masing-masing tinggal di Jalan Kupang Jaya Gang VII dan Jalan Kupang Gunung Timur I, Surabaya. Penangkapan ketujuh orang dilakukan, berawal dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreksrim Polrestabes Surabaya mendapatkan informasi ada praktik prostitusi di Gang Dolly.

Polisi melakukan penyelidikan, hingga akhirnya mengamankan Basuki dan Tasipin yang bekerja sebagai mucikari. Dari penangkapan dua tersangka tersebut, polisi mendapati jika ada tiga PSK binaan mereka yang sedang melayani tamu di Wisma Borneo. Wisma itu adalah salah satu wisma yang ditutup oleh Pemkot Surabaya pada Juni 2014 lalu.

“Dari penggerebekan wisma tersebut, kami mengamankan tiga PSK dan dua lelaki hidung belang,” ungkap Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Sudamiran. Ia menjelaskan, modus yang dilakukan oleh mucikari tersebut tidak jauh berbeda dengan mucikari yang sudah ditangkap sebelumnya.

Mereka menawarkan PSK kepada setiap pengendara yang lewat di lokasi tersebut. “Biasanya mereka menunggu pada waktu siang hingga malam. Ketika ada pelanggan yang ingin mencari PSK, dia menawarkan beberapa anak buahnya, dengan cara menunjukkan foto,” ungkapnya.

Biasanya untuk mengelabuhi polisi, para mucikari ini menyaru sebagai tukang parkir atau preman. Ketika ada pelanggan yang berminat, mereka mulai membicarakan tarif. Bisanya tarif untuk sekali kencan, kedua tersengka ini menentukan tarif Rp 250 ribu, dengan rincian Rp 160 ribu untuk PSK, Rp 40 ribu untuk dua mucikari sedangkan Rp 50 ribunya digunakan untuk menyewa kamar.

“Setelah transaksi selesai, kedua tersangka ini menghubungi korban yang disembunyikan di kawasan Jalan Jarak. Keduanya meminta agar korban bersiap lantaran mendapat tamu,” lanjut Sudamiran.

Setelah itu, lelaki hidung belang diminta masuk ke dalam wisma Borneo. Namun mereka lewat dari belakang, sebab pintu depan sudah digembok lantaran wisma ini sudah ditutup. Setelah masuk, pelanggan akan dibawa ke bilik-bilik kamar yang sudah dipersiapkan.

“Saat ini kami masih memburu satu tersangka lain yakni TM. Dialah yang mengelola wisma tersebut untuk kegiatan prostitusi terselubung,” tandasnya.

Saat diperiksa penyidik, Tasipin mengaku sudah menjalankan aksinya selama tiga tahun, sedangkan Basuki baru setahun. Keduanya mengaku jika pekerjaan sebagai mucikari tersebut dilakukan karena kepepet dengan kebutuhan. Selain itu, selama ini masih ada pelanggan yang sering menjadikan Dolly sebagai jujukan untuk layanan prostitusi. (abi/net)

DollyPSK