LENTETASULTRA.com-Jadi ibukota daerah, wajar jika Kota Kendari punya dinamika sosial yang tinggi. Saking kompleksnya persoalan di metro ini, potensi konflik juga jadi sulit dihindari. Meski relatif masih sangat aman, tapi bibit konflik ternyata tersebar di 10 kecamatan yang ada di Kota Kendari.
Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi dan evaluasi penanganan konflik sosial di Kota Kendari yang digelar di salah satu hotel di Kota Kendari, Senin (18/12). Ada banyak permasalahan yang dapat memicu konflik sosial di daerah ini.
“Isu perebutan lahan mata pencaharian di terminal dan pelabuhan, aktivitas di sekitar kampus besar, penertiban lahan yang ditempati kelompok masyarakat secara ilegal, dan berbagai paham dan organisasi radikal. Semua bisa jadi pemicu konflik sosial,” kata Sekretaris tim terpadu penanganan konflik sosial yang juga Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Kendari, Ridwansyah Taridala.
Katanya, potensi-potensi ini tersebar di seluruh kecamatan di Kota Kendari sehingga perlu diwaspadai dan antisipasi ke depannya. Lebih detail, pria itu membeberkan, di sepuluh kecamatan di Kota Kendari, masing-masing punya peta konflik.
Kecamatan Puuwatu yaitu konflik janji pengurus Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) untuk menyalurkan bantuan pada anggotanya sampai kini belum juga terealisasi dan kesaksian Yehofa.
Selain itu di Wauwua ada isu organisasi tanpa bentuk (OTB) kumpul dana. Kecmatan Baruga ada terminal bus, kampus IAIN Kendari dan masjid Ahmadiyah. Itu juga menjadi potensi konflik sosial.
Sementara itu, Kecamatan Mandonga tambang galian Gol.C. Meskipun bukan permasalahan baru di Kota Kendari, tetapi tambang galian golongan C tampaknya menjadi permasalahan yang butuh perhatian serius Pemkot Kendari.
Kecamatan Kendari Barat ada Tahura nipa-nipa dan Kendari Beach, di Kadia ada eks P2ID dan kampus UMK, Kambu seputar kampus UHO, Kecamatan Kendari ada pelabuhan laut, Poasia ada Gafatar, dan Nambo ada pelabuhan laut.
“Jika dilihat secara umum, wilayah Kendari masih dikatakan aman dari konflik sosial. Namun berbagai potensi yang dapat memicu terjadinya konflik di beberapa kecamatan di Kota Kendari tetap perlu diantisipasi,” papar Ridwansyah.
Oleh karena itu, dalam penanganan konflik sesuai dengan ruang lingkup tingkatannya, pencegahan dan pemulihan pasca konflik,pemkot melibatkan kepolisian dan TNI serta perangkat pemerintah sampai di tingkat lurah agar bersama mengantisipasi berbagai potensi tersebut seperti yang diamanatkan di UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Dalam rapat tersebut selain dihadiri pihak kepolisian dan TNI, juga dihadiri OPD se-Kota Kendari, camat, lurah, dan forum keagamaan dan sosial yang ada di Kota Kendari.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir, menambahkan, Kota Kendari masih termasuk kategori wilayah yang kondusif tetapi tidak harus membuat lemah. Namun bagaimana mempertahankan kondusifitasnya sehingga proses pembangunan bisa dilakukan secara maksimal.
“Kita juga harus mencermati isu-isu nasional. Misalnya terakhir ini maraknya aktivitas serta yang bersifat mengancam NKRI oleh kelompok radikal. Ini perlu kita waspadai dan menyikapinya dengan tepat,” tambah Sulkarnain.
Politisi PKS itu, mengingatkan, Sultra menghadapi Pilgub 2018, dimana akan banyak aktivitas yang dihelat di Kota Kendari sebab kita merupakan ibu kota provinsi, seperti kampanye damai.
“Ini menjadi perhatian kita bersama bagaimana masyarakat kita ditengah-tengah pilkada nantinya jauh dari konflik sosial. Kami tegaskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi,” pungkasnya. (isma)