LENTERASULTRA.com-Aktivitas penambangan pasir di sekitar Pantai Liya di Wakatobi belum benar-benar bisa dihentikan. Kebiasaan warga mengambil pasir di wilayah tersebut sulit dicegah. Tapi Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW), yang “menguasai” kawasan itu terus intens melakukan pengawasan.
Sesekali, patroli dilakukan. Seperti yang dilakukan Rabu (13/12) siang tadi, BTNW dibawah komando Kepala Seksi Pengelola 1 BTNW Lukman Hidayat bersama 6 orang anggotanya meninjau langsung lokasi yang biasa dijadikan tempat penimbunan pasir laut di Desa Liya Bahari Kecamatan Wangi-wangi Selatan.
Di lokasi, pihak BTNW memergoki unit mobil jenis pikap putih dengan plat DT 8574 EE yang bermuatan pasir laut. Di dalam mobil ada sang sopir dan rekan kerjanya yang siap mengantar pasir. Pemesan pasir pun terlihat ada dilokasi, yakni seorang wanita bernama Wa Uma.
Tapi wanita itu berdalih, pasir yang diangkutnya itu benar-benar untuk kepentingan membangun rumah, bukan untuk dijual. “Dulu memang pernah pak, saya suka jual pasir di sini, tapi sekarang tidak. Ini untuk rumah kasian,” kata wanita berumur 33 tahun itu
Ternyata pasir diambil dari belakang Pulau Oroho yang hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari pesisir Desa Liya Bahari yang tak jauh dari pesisir penimbunan pasir.
Wa Uma pun dibawa ke kantor BTNW di Kecamatan Wangi-wangi. Mobil bermuatan pasir sebagai barang bukti. Meski akhirnya di bebaskan karena pasir yang di ambil untuk membangun rumahnya.
Sebenarnya, pihak BTNW, masyarakat setempat dan tokoh adat telah bersepakat untuk tidak melakukan penambangan pasir di wilyah tersebut untuk di jual. Hanya diperbolehkan untuk keperluan pembangunan rumah warga. Meski demikian pengambilan pasir harus melalui izin dari Kepala Desa.
“Sebenarnya, secara hukum pengambilan pasir laut dilarang. Secara hukum positif demikian. Untuk di wilayah Liya, karena kita sesuaikan dengan hukum adat setempat, maka dibolehkan tapi jika itu untuk kebutuhan sendiri, bukan untuk dijual,” kata Lukman Hidayat, Kepala Seksi Pengelola 1 BTNW.
Penertiban pemanfaatan pasir ini juga sebagai implementasi dari Undang-undang No 27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah-wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Termasuk memperkuat hasil kesepakatan yang pernah di bangun bersama masyarakat, tokoh adat, dan BTNW.
Kegiatan pembinaan berlanjut dengan melakukan pendataan para penambang pasir, dibantu dua orang tokoh masyarakat, Miantu’u Liya bernama La Ode Muhammad Ali. Selama kurang lebih tiga jam, satu persatu rumah warga penambang tak luput dari kunjungan. Berdasarkan peninjauan rata-rata dari mereka mengambil pasir untuk membangun rumah. (gayus)