LENTERASULTRA.com-Aksi unjuk rasa ratusan sopir taksi dan angkutan umum konvensional, Rabu (29/11) menolak kehadiran transportasi berbasis aplikasi bisa dipahami. Pesaing baru mereka itu rupanya masih illegal dan belum punya izin operasi, apalagi boleh mengaspal di Kota Kendari.
“Saya kira, wajar kalau mereka (pengemudi konvensional) marah dan menolak, memang tidak ada izin operasinya itu taksi-taksi aplikasi. Nggak bisa dong, ujug-ujug sudah beroperasi melayani jasa transportasi tanpa ada izin. Mereka harus mengantongi izin gubernur,” kata Kepala Dinas Perhubungan Sultra, Hado Hasina di Kendari, Rabu (29/11).
Ia mengurai, Grap sebagai sebuah perusahaan aplikasi memang legal tapi kemudian menjadi salah karena sudah mengoperasikan jasa angkutan sendiri karena izinnya hanya penyedia aplikasi. Yang berhak menjalankan usaha transportasi itu adalah vendor atau badan usaha yang telah memiliki legalitas.
“Tidak bisa langsung merekrut angkutan, beda itu perusahaan penyedia aplikasi dengan penyedia jasa transportasi. Kalau Grap mau main di bidang itu, dia harus kerja sama dengan vendor tertentu, atau operator angkutan,” kata mantan Kepala Dinas PU di Buton Utara ini.
Perusahan angkutan yang memiliki armada kendaraan, tambah Hado, harus mengurus izin ke Pemprov Sultra untuk diatur mengenai izin usaha trayek khusus, termasuk batas tarifnya dan ketentuan-ketentuan lain. “Kalau sekarang itu masih ilegal, tidak ada ijinnya. Jadi kalau para sopir itu protes, wajarlah,” tandas Kadishub.
Hado meminta jika ada pihak atau menemukan jasa angkutan berbasis aplikasi mengaspal di jalan raya di Kota Kendari, sudah pasti itu tak berizin dan Dishub tidak bertanggungjawab bila ada akibat yang ditimbulkan.
“Laporkan saja, supaya kita minta Ditlantas Polda yang tindaki. Kita buka ruang kok bagi siapapun yang mau berusaha di sektor transportasi, tapi harus dengan izin resmi. Kalau yang saat ini (aplikasi) itu tidak resmi. Kalau sopir konvensiona marah, ya wajar,” tukasnya.(isma)