LENTERASULTRA.com-Keluarga yang tinggal di wilayah Poasia harus lebih mawas diri lagi dengan lingkungan sekitarnya. Ada kerawanan kekerasan seksual anak di wilayah itu. Dari 17 kasus sepanjang 2017 ini, dominan terjadi di wilayah hukum Poasia.
Informasi ini dilansir Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari, lewat Direkturnya, Anselmus AR Masiku saat ditemui disebuah acara di Kendari, Rabu (29/11) siang tadi. Menurutnya, tahun ini terjadi peningkatan kasus kekerasan anak dan perempuan yang ditangani lembaganya.
“Yang memiriskan, mayoritas kasus-kasus kekerasan seksual itu menimpa anak-anak, atau pedofilia,” katanya. Ia menjelaskan, Pedofilia diartikan sebagai kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksual, biasanya usia 13 tahun atau dibawa umur.
Biasanya, mereka yang menyukai anak-anak yang belum mengalami pubertas disebut Hebephiles. Katanya, sampai November 2017 ini, ada 17 kasus kekerasan anak dan perempuan yang mereka tangani. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang anya ada 6 kasus dengan tiga diantaranya kasus Pedofilia.
“Nah yang menarik, dari semua kasus itu, yang paling banyak terjadi di daerah Poasia dan sekitarnya. Sementara pelakunya, sebagian besar orang-orang terdekat si korban,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini.
Lanjut dia, kasus yang ditangani LBH selama ini, pelakunya adalah teman, guru, guru ngaji, kakek korban itu sendiri. “Selain Pedofilia ada juga kasus lain adalah penelantaran anak yang dilakukan oleh orang tua atau kerabat korban. Kalau kekerasan perempuan tidak sebanyak kekersan seksual ke anak,” papar Ansel.
Untuk itu, kekerasan anak dan perempuan harus menjadi perhatian pemerintah. Dalam hal ini, bagaimana melibatkan berbagai unsur dan kalangan untuk mencegah kekerasan tersebut.
“Tugas kami di LBH memberikan atau mendampingi secara hukum, sehingga korban punya kepercayaan diri untuk melaporkan pelaku. Pada prinsipnya, kita beri pendampingan agar korban juga paham prosedur hukum yang mereka jalani,” beber Ansel.
Selain itu, jika korban mengalami trauma berat, pihak LBH memberi tindakan lebih. Selain melakukan pendampingan hukum, pihaknya juga bekerjasama dengan Rumpun Perempuan Sultra (RPS) dan rumah sakit jiwa untuk penanganan trauma healing.
“Sebenarnya, kekerasan yang terjadi, sebagian besar karena persoalan kesempatan. Anak dan perempuan dijadikan objek seksual ataupun kekerasan lainnya. Dimana dampaknya sangat merusah mental bagi korban, seperti trauma berat dan lain-lain,” pungkas Ansel. (isma)