LENTERASULTRA.com-Belum juga PT Jhonlin Batu Mandiri (JBM) memulai misi besarnya membangun pabrik gula di Bombana, masalah sudah muncul. Lahan yang rencananya akan digunakan untuk perkebunan tebu di wilayah Wububangka, Lantari Jaya dan Matausu dipersoalkan dua kelompok berbeda.
Kawasan itu sejatinya adalah tanah ulayat yang kewenangannya menjadi domain masyarakat adat dan rumpun keluarga tertentu. Dalam perjalannya, ada pihak yang disebut sebagai pemimpin adat di Bombana mengikat kerja sama dengan pihak perusahaan.
Mendadak muncul kelompok adat lain yang juga merasa berhak atas tanah-tanah ulayat itu. Mereka bahkan menyoal keabsahan pihak lain yang merasa sebagai pemimpin adat, dan menyebut tak punya hak untuk secara sepihak mengikat kerjasama dengan pihak perusahaan, termasuk mengambil keuntungan dari kerjasama itu.
Berlembar-lembar surat protes akhirnya masuk ke DPRD Bombana. Dua belah pihak yang merasa berhak atas tanah ulayat tersebut membeberkan dasar hukum versi keduanya. Ada yang menyebut urusan ulayat adalah haknya karena ia adalah pemimpin adat, ada pula yang keberatan.
Selain tidak mengakui kelompok tertentu sebagai pimpinan adat, mereka juga meminta DPRD agar turun tangan menengahi masalah tersebut karena berpotensi menimbulkan konflik sesama keluarga besar Moronene.
Menyikapi hal itu, DPRD Bombana pun mengambil sikap. Dalam waktu dekat diagendakan dilakukan rapat dengar pendapat terkait permasalahan lahan yang terjadi di perusahaan tebu milik PT Jhonlin Batu Mandiri yang ada di Kabupaten Bombana.
“Kita akan panggil pihak PT Jhonlin Batu Mandiri, beberapa tokoh masyarakat, kerajaan moronene dan unsur pemerintah terkait,” kata Amiadin, Wakil Ketua DPRD Bombana, tadi pagi.
Hearing itu, kata dia, didasari aduan dari sebuah lembaga berisi tentang pengaduan masyarakat adat terkait permasalahan tanah ulayat yang telah digarap oleh PT Jhonlin Batu Mandiri dan PT Swakarsa Sumber Makmur.
“Sebagai Wakil Pimpinan DPRD Bombana telah mendesposisikan kepada anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bombana untuk segera melakukan rapat dengar pendapat terkait masalah ini. Mereka (Komisi II) akan menjadwalkannya pada hari Senin, 13 November 2017” tutur legislator asal Kabaena ini.
Tekait masalah yang diadukan Amiadin juga menegaskan kalau pihaknya akan menyerap aduan tersebut dan melakukan tindak lanjut atas surat itu. “Nanti di RDP kita akan membahas semuanya. Kalau memang benar ada oknum yang melakukan penjualan terhadap tanah ulayat, saya secara pribadi mengecam itu,” tambah Amiadin
Sementara itu, Ahmad Yani, anggota Komisi II DPRD Bombana juga menguraikan kalau masalah ini secepatnya harus dibahas bersama. “Disini saya melihat ada lembaga adat kemudian di bubarkan, kemudian dia bikin lagi yang baru. Itu harus kita tahu,” tutur pria yang akrab disapa Dody itu.(danil)