Ridwan Vs Ali Mazi : Seteru Lama Bersemi Kembali (3-Habis)

Ridwan Bae, memberikan sambutan perdananya seusai terpilih sebagai Ketua Golkar Sultra, 2008 lalu di arena Musdalub di Makassar

Golkar dan Nasdem. Dua partai ini seperti jadi satu poros di Pilkada 2018. Pilgub dan Pilwali/Pilbup di manapun di Indonesia, keduanya mengusung calon yang sama. Di Sultra pun demikian. Ali Mazi dan Lukman Abunawas (AMAN) lahir dari rahim dua partai ini.

Bedanya, di Sultra ada sedikit gejolak, karena kader Golkar tak ikhlas. Figur Ali Mazi dipersoalkan. Inilah buah dari seteru lama antara Ridwan Bae, Ketua Golkar Sultra saat ini dengan Ali Mazi, Ketua Golkar Sultra di era sebelumnya.

Lenterasultra.com, menukil ihwal seteru keduanya, hingga jejaknya masih terasa sampai kini. Laporan ini dikutip dari catatan liputan Abdi Mahatma yang sejak lama mengikuti dinamika di tubuh Golkar Sultra.

Tuntas di Kota Makassar

Kamis, 26 Juni 2008, Ridwan dipanggil Jusuf Kalla, Ketua Umum DPP Golkar ke kediamannya. Begitu tiba, sekira pukul 14.40 WIB, ternyata di rumah JK sudah ada Ali Mazi, bersama Agung Laksono, Soemarsono dan Samsul Muarif.

Di tempat tersebut Ridwan ditawarkan opsi untuk membatalkan niat maju sebagai kandidat Ketua DPD Golkar Sultra di forum Musdalub dengan “barter”, Ali Mazi juga harus mundur dari calon ketua  Golkar Sultra. Tapi keduanya menolak. Musdalub harus jalan.

Sebelum Musdalub Golkar Sultra, ada empat kepengurusan yang bermasalah harus dituntaskan, yakni Konawe Utara, Kota Kendari, Buton Utara dan Kolaka. Musdalub untuk empat kota/kabupaten itu  digelar di Makassar.

Hajatan itu digelar di sekretariat DPD II Kota Makassar, yang dipimpin dua pengurus caretaker Golkar Sultra masing-masing Iskandar Manji dan Ibnu Munsir.     Hasilnya, Bahrun Konggoasa, jadi Ketua Golkar Kendari. Golkar Konawe Utara diberikan kepada Hery Asiku.

Sementara Buton Utara dan Kolaka, secara aklamasi para pengurus kecamatan di dua kabupaten itu memilih Marni Ansaad Mbai sebagai Ketua Golkar Butur dan Firdaus Tahrir.

Agenda selanjutnya adalah Musdalub DPD I Golkar Sultra yang tertunda sejak 24 Juni. Kota Makassar kembali dipilih sebagai tempat pelaksanaan kegiatan tersebut.     DPP Golkar memutuskan menggelar Musdalub di Kota Makassar, tanggal 22 Juli 2008.

Yang repot, Ridwan, saat itu masih berada di Jakarta dan dalam kondisi sakit.     Ia didiagnosa menderita menyumbatan di batu ginjal. Dokter yang merawatnya melarang untuk meninggalkan Jakarta dan memintanya istirahat total. Ridwan gamang.

Bupati Muna itu bersikeras, karena inilah momentum terpenting dalam hidupnya dan apapun resikonya, ia tanggung. Dokter pun menyerah. Ridwan diizinkan ke Makassar, dengan ditemani dokter dan perawat. Ia juga wajib menerima injeksi anti sakit setiap empat jam sekali.

Berkat perawatan ekstra itu, Ridwan mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar sekitar pukul 10.00 Wita. Ia langsung menemui para pendukung Musdalub yang terkosentrasi di Hotel Singgasana, Makassar.

Musdalub akhirnya dibuka pengurus DPP. Sidangnya dipimpin dua dari pengurus DPP dan tiga dari peserta Musdalub. Mereka adalah Ibnu Munsyir dan Ulfa dari DPP serta Uking Djassa dan Subhan Tambera dari unsur peserta, mulai pukul 12.45 Wita sampai 16.30 Wita.

Kehebohan terjadi di luar arena. Ketua Golkar Sultra (non aktif), Ali Mazi bersama tiga Ketua DPD II Golkar memilih mereka memboikot acara tersebut karena alasan keamanan yang sangat ketat dan merasa diperlakukan tidak pantas oleh pihak keamanan.

Kondisi ini bermula ketika Ali Mazi dan Ketua DPD II yang pro ke mantan gubernur tersebut datang sekitar pukul 13.00 Wita. Sebelum masuk, mereka saling menunggu untuk masuk ke arena Musdalub.

Saat itulah, ketegangan terjadi. Pihak pengamanan dari Golkar Kota Makassar tidak mengizinkan siapapun yang masuk tanpa mandat dan SK yang sah dan diakui DPP Golkar.

Di bawah komando Zainuddin Sardjimin sebagai ketua pengamanan, tiap orang diseleksi ketat.  DPD I Golkar (non aktif) oleh panitia dan pengamanan hanya dibolehkan masuk lima orang yakni Ali Mazi, Ihlas Mappilawa, Bariun, La Ode Ate dan Ritonga.

Setelah DPD I masuk, giliran Golkar Konawe, dan Buton. Tiap DPD II hanya dibolehkan masuk tiga orang itupun harus punya mandat organisasi. Saat itulah terjadi dorong-dorongan karena banyak yang ingin masuk ke arena namun ditahan.

Masyhur Masie Abunawas dan Zainal Amrin yang masing-masing membawa mandat sebagai pengurus Golkar Kota Kendari dan Kolaka ditolak masuk oleh panitia karena di daftar peserta yang dikeluarkan DPP, Kota Kendari sudah terisi pesertanya atas nama Bachrun Konggoasa dan Kolaka atas nama Firdaus Tahrir.

Sjafei Kahar, Ketua Golkar Buton yang sudah masuk mendadak menarik sekretarisnya untuk pulang. Ia kesal karena pengamanan memeriksanya sangat detail apalagi beberapa rekan mereka yang datang tidak dibolehkan masuk.

“Keluar, kita pulang saja,” teriak Sjafei sembari menarik tangan salah seorang pengurusnya. Aksi itu diikuti Ali Mazi yang meminta semua pendukungnya untuk keluar dan pulang.

Lukman Abunawas, Ketua Golkar Konawe lebih emosional. Ia terlihat sangat marah dengan kejadian itu karena diperlakukan terlalu berlebihan. Bupati Konawe itu memilih mencari kendaraannya untuk selanjutnya bergeser dari lokasi acara.

Ridwan yang datang belakangan setelah kehebohan di pintu masuk itu juga diperlakukan sama. Ketika hendak masuk, petugas keamanan menanyakan siapa yang bernama Ridwan dan mengecek jika nama itu tertera dalam daftar undangan.

Ketua Golkar Muna itu ditolak masuk karena tidak membawa mandat. Ia lalu menghubungi pengurus DPD Golkar Muna lainnya, Uking Djasa yang berada dalam ruangan untuk keluar membawa mandat, dimana Ridwan tercatat sebagai salah seorang perserta.

Setelah memperlihatkan mandat, petugas keamanan langsung memanggil Ridwan. “Mana yang namanya Ridwan?” kata Zainuddin Sardjimin. Ridwan lalu mengangkat tangannya dan bergerak masuk. Ajudannya, Mansyur juga ikut masuk tapi langsung dicegat.

“Diatas tidak ada bupati, semua pengurus Golkar jadi tidak perlu ajudan,” kata Zainuddin lagi. Mansyur pun mundur.

Begitu tiba di ruang acara di lantai tiga gedung Golkar Kota Makassar, acara sudah hampir tuntas. Pemilihan Ketua Golkar Sultra segera dilakukan. Semua memilih Ridwan secara aklamasi. Pengurus DPP Golkar, Yoris Raweyai menegaskan bahwa Musdalub Golkar Sultra di Makassar itu sah dan diakui DPP Golkar.

Usai Musdalub bukan berarti masalah tuntas. Awalnya, Ridwan menerima SK sebagai Ketua Golkar hasil Musdalub tanggal 30 Juli 2008. Sehari setelah itu, atau 31 Juli beredar luas SK pengaktifan kembali Ali Mazi sebagai Ketua Golkar Sultra plus pengurusnya.

Ketua DPP Partai Golkar, Agung Laksono mengangkat tangan Ridwan Bae usai acara pelantkan penguurs Golkar yang baru, Agustus 2008 lalu

Dua SK tersebut punya kop surat dan tanda tangan yang sama yakni bubuhan teken Ketua Umum , M Jusuf Kalla dan Sekretaris Jenderalnya, Soemarsono.

Bedanya, dalam SK buat Ridwan BAE, nomornya adalah KEP-236/DPP/Golkar/VII/2008 dan tertanggal 30 Juli 2008 dengan isi tentang pengesahan komposisi dan personalia DPD Golkar Sultra (hasil Musdalub).

Sementara SK buat Ali Mazi, bernomor 243/DPP/Golkar/VII/2008 berisi pencabutan keputusan DPP Golkar nomor 217/DPP/Golkar/V/2008 (tentang penonaktifan) dan mengaktifkan DPD Golkar Sultra periode 2004-2009.

Saling klaim tentang kebenaran surat itu berakhir dengan sendirinya setelah tanggal 18 Agustus 2008, Ridwan Bae mengakhiri  perjuangan panjangnya untuk menjadi Ketua Golkar Sultra.

Ia resmi dilantik sebagai Ketua Golkar Sultra oleh Wakil Ketua Umum DPP Golkar Agung Laksono, mengestafet jabatan sebelumnya yang dipegang Ali Mazi. Pelantikan itu dihelat di Hotel Qubra, di Kendari.(***)

CagubRidwan