LENTERASULTRA.com-Setelah melewati penantian panjang selama delapan bulan sejak ditetapkan, lima komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Sultra akhirnya dilantik.
Pengukuhan itu berlangsung Rabu (4/10/2017) oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Tenggara, Lukman Abunawas, di ruang rapat Gubernur Sultra.
Lukman Abunawas mengatakan, lima anggota KIP yang dilantik berasal dari berbagai latar belakang (profesi) yang berbeda. Ada anggota Lembaga Swadaya Masyaralat (LSM), wartawan dan anggota Masyarakat yang memiliki atau keterkaitan di bidang Informasi.
Mereka adalah Arifudin Bakri, Supriadin, Muhamnad Jufri L, Andi Hatta, dan Kusnawati.
Pelantikan anggota KIP tersebut, mengacu pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Sultra, tentang penetapan anggota KIP Provinsi Sultra, masa bakti 2017-2021.
Lukman menambahkan, terbentuknya KIP ini diharap mampu memberikan informasi yang akurat dan mengedepankan keingintahuan masyarakat terhadap informasi-informasi pemerintahan ataupun lainnya yang sesuai dengan wilayah atau aturan kerja yang ada.
“Peran mereka ini adalah memberikan informasi yang masyarakat inginkan, baik dari instansi, SKPD, maupun usaha bisnis lainnya,” ujarnya.
Lukman juga mengharapkan, masyarakat dapat memanfatkan lembaga KIP tersebut sebaik-baiknya.
Ketua KIP Republik Indonesia Ir. Abdulhamid Dipopramono, M. Si menjelaskan, tanggung jawab atas Undang Undang tahun 2008 tentang informasi dan keterbukaan publik harus dibangun karena pentingnya untuk mengetahui informasi yang dimiliki oleh pemerintah eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
“Masyarakat itu punya hak, dengan memberikan permohonan pada penerintah. Kalu tidak dikasih, ada mekanisme sengketa dengan cara mediasi atau dengan ajudikasi melalui KIP dan dapat disidang,” paparnya.
Abdul Hamid mengatakan, telah banyak sengketa yang dilaporkan ke Pusat namun telah diselesaikan di Sultra, baik itu di Pemprov, Pemkot ataupun Pemkab.
Dengan terbentuknya KIP Sultra ini, masyarakat tidak perlu lagi melaporkan sengketa di pusat, karena sudah ada di daerah dan pusatpun tidak berhak lagi untuk mengintervensinya.
“Jadi, teman-teman KIP Provinsi inilah yang akan menyidang sengketa informasi. Sehingga publik atau masyarakat mengadunya ke provinsi bukan ke pusat lagi,” jelasnya.
Ia menambahkan, untuk informasi yang mengancam pertahanan dan keamanan negara tidak boleh untuk dibuka, dikarenakan akan mengganggu proses penegakan hukum.
“Dokumen-dokumen penyelidikan penyidikan itu nggak boleh. Apalagi yang berhubungan dengan strategi perekonomian nasional, informasi kekayaan alam itu nggak boleh dan juga informasi yang bersifat pribadi,” terangnya. (baim)
Editor :.Sarfiayanti