“Alhamdulillah, selama saya bertugas tidak ada ji yang aneh-aneh. Padahal jasad yang saya antar itu ada yang korban dibunuh, mati kecelakaan,”
LENTERASULTRA.com-Boleh jadi, tak banyak yang ingin menjalani profesi seperti Arpin. Butuh nyali besar, kesabaran yang cukup dan segunung rasa ikhlas. Tapi pria berusia 47 tahun ini malah menganggap, inilah jalan hidupnya, dan dari pekerjaan inilah, kebahagiaanya lahir.
Sehari-hari, Arpin berada di belakang kemudi ambulance pengantar jenazah. Namanya tercatat sebagai staf di Divisi Pemakaman, Dinas Kebersihan Kota Kendari. Tugasnya menjemput jasad, membawanya ke pemakaman.
Statusnya honorer, telah 12 tahun pula. Harapannya untuk jadi pegawai negeri sipil (PNS) belum terkabul. “Tapi saya tetap syukuri. Toh, anak-anak saya bisa sekolah. Bahkan sudah ada yang lulus kuliah. Unhas (Universitas Hasanuddin Makassar) lagi,” bangga Arpin.
Kisah ini ia ceritakan Jumat (29/9) siang, di sela-sela masa rehatnya usai bekerja. Jurnalis lenterasultra.com menemuinya di kantornya yang satu kompleks dengan tempat pemakaman umum (TPU) Punggulaka.
“Alhamdulillah, selama saya bertugas tidak ada ji yang aneh-aneh. Padahal jasad yang saya antar itu ada yang korban dibunuh, mati kecelakaan. Macam-macamlah,” kenangnya.
Sembari sesekali mengepulkan asap rokoknya, lelaki dengan perawakan gemuk ini bercerita, sudah ribuan jasad yang ia angkut selama ia bertugas. Terhitung sejak September 2005 lalu. Bisa dibilang, bulan ini adalah ulang tahun ke-12 bagi pekerjaannya itu.
“Pekerjaan biasa ji ini sebenarnya. Asal ikhlas dan motivasi utamanya menolong orang, bisa ji di kerjakan,” katanya. Arpin bilang, dengan ikhas dan sabar itulah, profesi ini bisa menghidupi dirinya dan keluarga.
Jasad siapa saja yang pernah diangkut di ambulancenya? Arpin tentu tak ingat lagi. Yang ia tahu, latar belakang mayat yang ia antar ke pemakaman beragam. Dari orang biasa sampai pemangku kebijakan di daerah ini.
Selama bertugas, tak pernah ia bertemu hal-hal berbau mistis. Padahal, ia tidak hanya mengantar jenazah saat siang, bahkan menjemput mayat di malam hari pun pernah dia lakoni.
“Paling hanya pernah ban mobil saya pecah. Pernah juga mogok, tapi saya kira itu biasalah. Namanya juga kendaraan. Saya hanya minta teman yang ganti, cari kendaraan lain, itu saja,” kisah Arpin.
Lelaki ini memang bekerja dengan ketulusan yang luar biasa. Jangan heran kalau hasilnya jadi berkah. Tiga orang anaknya, bisa ia biayai sekolah.
“Anak pertama saya namanya Andi Tenri. Dia sudah lulus di Unhas, sekarang dia kerja di Pelindo, Makassar. Siapa yang tidak bangga coba,” katanya.
Si sulung itu bahkan sudah ikut membantunya membiayai kuliah adiknya, anak kedua Arpin yang kini tengah menempuh pendidikan di Universitas Halu Oleo (UHO), termasuk membantu si bungsu yang masih di bangku SMP.
Kedua anaknya yang masih sekolah tersebut bernama Andi Anisa dan Andi Alfia Riski. Semua anaknya adalah perempuan. Dengan menjadi sopir ambulance katanya sehingga semua anaknya tersebut bisa bersekolah seperti anak-anak biasanya.
“Semua saya hidupi pakai gaji saya jadi sopir jenazah, kalau istri, saya tugaskan di rumah mengurus anak-anak,” bebernya.
Kini dia berharap bisa mendapat gelar Pegawai Negeri Sipil. Sejak 12 tahun katanya mengabid di Dinas Kebersihan, suatu keberhasil buatnya diangkat menjadi honorer kategori 2. Satu hal inilah yang terus mendorongnya untuk menjadi sopir ambulance.(egi)
Editor : Yanti Aprilianti