LENTERASULTRA.com-Sulit mencari kata tepat untuk mengilustrasikan bagaimana suasana kebatinan ratusan pendukung dan loyalis Samsu Umar Abdul Samiun saat Ibnu Basuki Widodo, hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, memutuskan bahwa Bupati Buton non aktif itu bersalah, dan harus dihukum penjara 3 tahun, 9 bulan.
Nelangsa sudah pasti. Tapi hakim sudah mengetok palunya. Umar yang dinyatakan terbukti bersalah melanggal pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. “Ini diluar dugaan kami,” lesu loyalis Umar, sesaat setelah vonis dibaca.
Ketetapan berat ini dibaca majelis hakim, Rabu (27/9) sore. Selain dihukum cukup lama, mantan Ketua PAN Sultra itu juga wajib membayar denda Rp 150 juta, atau ditukar dengan kurungan badan 6 bulan.
Tapi bukan soal denda yang jadi pikiran. Kuasa Hukum Umar Samiun, Saleh SH menilai ada beberapa dakwaan jaksa yang janggal tapi diterima oleh hakim. “Kalau terdakwa tidak menerima vonis ini, silahkan banding ke Pengadilan Tinggi,” hakim menawarkan itu sesaat setelah mengetok palu.
Terkait itu, baik dari pihak Umar Samiun atapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK memilih pikir-pikir. “Kami akan pikir-pikir dahulu yang mulia,” kata Umar Samiun kepada majelis hakim.
Roman sedih, terpukul berbalut isak tangis jadi pemandangan di ruang sidang. Kolega, loyalis, dan keluarga Umar Samiun seperti tak percaya bahwa sang idola bakal segera menghadapi masa-masa lama dalam tahanan. Sang istri, Iis Elianti terlihat menahan tangis di kursi pengunjung sidang.
Umar Samiun, meski terlihat tak puas dengan putusan hakim, ia berusaha tegar. Ia tetap berdiri tegak, menyalami jaksa yang sudah menuntutnya di hukum 5 tahun penjara, dan hakim yang baru saja menvonisnya 3 tahun, 9 bulan.
Ia memeluk anak dan istrinya termasuk beberapa pendukungnya yang tak kuasa menahan haru. Setelah itu berjalan keluar ruang sidang dimana puluhan jurnalis nasional menunggu dan meminta keteranganya. Umar tetap percaya jika ia tak bersalah.
Seperti diketahui, Umar Samiun tersandung masalah hukum sejak Januari 2017. Ia ditahan KPK, usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Aqil Mohtar saat Pilkada Buton 2011 lalu.
Meski tak ada bukti apapun yang menguatkan bahwa Umar pernah bertemu Aqil dan berkomitmen untuk memberi uang dalam proses perkara Pilkada Buton di MK, jaksa tetap mendakwanya melakukan suap dan menuntutnya 5 tahun penjara. Dan hakim akhirnya menvonisnya 3 tahun, 9 bulan. (rid)
Editor : M Rioddha