WON : “Saya Trauma dengan Parpol”

DOK LENTERA SULTRA.com
Wa Ode Nurhayati alias WON (kanan) saat masih menjadi anggota DPR RI. Ia duduk bersama Gubernur Sultra, Nur Alam dalam sebuah seminar di Kendari, tahun 2011.
Situasi kemudian berubah, WON ditahan KPK dan kini tuntas menjalani hukuman, dan maju sebagai Cagub Sultra. Sedangkan Nur Alam, kini ditahan KPK dan sedang menjalani hal yang sudah dilalui WON selama hampir 6 tahun terakhir. Apakah takdir akan tertukar? Waktu yang menjawab

“Semangat saya untuk mengabdi pada daerah ini, pada bangsa ini, tidak boleh mati hanya oleh tembok penjara,”

Wa Ode Nurhayati, mantan anggota DPR RI

LENTERASULTRA.com-Billboard raksasa dengan latar warna biru, bergambar perempuan muda berjilbab, terpasang mencolok di median jalan, jalur By Pass Kendari, delapan tahun silam.

Saat itu, Januari 2009. Di sudut bawah billboard itu, tertera nama Wa Ode Nurhayati, Calon Anggota DPR RI nomor 6, dari Partai Amanat Nasional. Belakangan terungkap, usianya baru 27 tahun. Muda dan terlalu berani menantang politisi kawakan, berebut kursi Senayan.

Tapi takdir ternyata menulis riwayat perempuan muda itu. Wanita yang namanya diakronimkan jadi WON itu, dengan suara 27 ribuan, melenggang ke Senayan, usai Pemilu digelar, April 2009. Padahal, nyaris tak ada yang “menghitungnya”, bahkan oleh partainya sendiri. WON memutarbalikan banyak prediksi.

Setelah terjerat masalah hukum, dan menjalani masa tahanan karena kasus korupsi yang menderanya selama hampir 6 tahun, ia kembali lagi ke Sultra. Kali ini, datang dengan tantangan yang tak kalah beratnya. Menjajal kursi Gubernur Sultra periode 2018-2023, yang Februari tahun depan ditinggalkan Nur Alam-Saleh Lasata.

“Kalau soal kapok berpolitik, saya kapok. Di Parpol, terlalu banyak saling sikutnya,” kenang WON, tentang pengalamannya pernah bergabung dengan partai politik di masa lalu. Kalaupun saat ini ia “kembali”, meski tetap bersinggungan dengan politik, jalur perseorangan ia pilih. “Lebih aman,” begitu alasannya.

Sepekan lalu, tepatnya di Kendari, WON secara resmi menyampaikan ke publik untuk maju di Pilgub Sultra, lewat jalur perseorangan. Ia mengajak seorang anak muda bernama Andre Darmawan, sebagai pasangannya. Berstatus sebagai mantan narapidana, sama sekali tidak memengaruhi semangatnya, apalagi takut masalah itu jadi senjata bagi lawannya.

“Saat dulu saya maju sebagai anggota DPR RI, saya sudah berniat mewakafkan diri saya untuk mengabdi bagi daerah ini. Bagi bangsa ini. Semangat itu tetap saya rawat, dan tidak boleh mati hanya karena saya dipenjara 5 tahun terakhir ini,” tegas perempuan yang lahir tahun 1981 ini saat berbincang dengan jurnalis Lenterasultra.com, Senin (25/9) siang di Kendari

Kenapa pilihannya harus gubernur? Soal ini, WON punya alasan yang disebutnya sederhana. “Saya pernah jadi anggota DPR RI, jadi anggota Badan Anggaran. Saya ingin membangun daerah ini berdasarkan perspektif anggaran yang saya pahami. Kepulauan dan daratan, berdasar kearifan lokal, kultur,” katanya.

WON menyebut, sampai hari ini, ia melihat Sultra belum dibangun dengan perspektif anggaran yang benar. “Banyak hal yang harus kita benahi sama-sama. Tidak bisa nelayan dipaksa jadi petani,” tukasnya.

WON memang sangat percaya diri. Tanpa bermaksud meremehkan kandidat lain, mantan anggota Komisi VII DPR RI ini yakin ia punya pemilih fanatik, yang tidak goyah oleh instrumen apapun, termasuk statusnya yang mantan Napi.

“Sebelum saya menjalani penahahan dulu, sempat saya survey. Hasilnya ada 17 persen masyarakat Sultra yang, suka dan tetap akan bersama saya meski apapun kondisinya. Kandidat lain, ada nggak yang punya angka itu,” urainya.

Wanita yang berulang tahun tiap 6 November ini percaya, statusnya sebagai mantan Napi tidak akan banyak berpengaruh terhadap nilai elektoralnya. Kalaupun ada yang mengembangkan itu sebagai “senjata”, itu hanya mereka yang sudah terafiliasi dengan kandidat tertentu.

“Saya mengenal Sultra ini, seperti mengenal diri saya. Jadi tak ada keraguan sedikit pun untuk mengambil posisi sebagai calon gubernur. Dulu juga (saat Pileg 2009) orang meremehkan saya, hasilnya semua orang tahu bagaimana,” ingat WON, soal kesuksesanya merebut 1 dari 5 kursi DPR RI dari Sultra.

Tentang jalur perseorangan yang ia pilih, WON punya argumen. Baginya, jalur parpol akan membuatnya terbebani saat menjadi pemimpin. Kedua, “Saya kapok. Terlalu banyak sikut-sikutnya itu di parpol,” kisah WON sembari tertawa.

Di perseorangan, kalau kelak ia terpilih, alas bebannya hanya rakyat. Tidak ada urusan dengan Parpol ketika hendak membuat kebijakan. Semua tergantung kebutuhan rakyat.

“Saya hijrah. Secara pribadi, saya belum siap ke pentas politik diluar Pilkada. Saya trauma. Karena kalau saya tetap di Parpol, apalagi ikut jadi Caleg, tetap saja saya akan berteriak melawan penyelewengan. Masa saya harus dipenjara lagi karena melawan,” katanya.

Jejak politik WON memang lumayan mengagumkan. Ia lahir di Wakatobi, tapi kemudian besar di Maluku dan Jakarta. Gairah dan passionnya soal politik ia temukan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Tahun 2009, ia masuk gelanggang politik. Usianya saat itu masih 27 tahun. Tapi ia tak minder bersaing dengan politisi kawakan. Diusung PAN, ia jadi calon anggota DPR RI dari Sultra, dan disimpan di nomor urut 6. Dan, semua orang kemudian tahu, bahwa WON memang datang untuk Win, atau menang.

Itu delpaan tahun lalu. Bagaimana dengan rencananya maju di Pilgub? Cerita mungkin sudah berbeda, pemain juga berubah. Hasilnya, Tuhan yang tahu.(isma)

Editor : M Rioddha

CagubWON