Umat Katolik Diharuskan Sambut Pemilu Dengan Cinta Kasih

319

 

Perwakilan Umat Katolik, Frans Lamere. Foto: Fiyy

KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Pelaksanaan pemilu 2019 sudah di depan mata, pesta demokrasi yang diselenggarakan setiap lima tahun itu sebentar lagi akan melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang baru bagi Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia pada tnggal 17 April 2019 akan menentukan nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Seluruh umat juga mengambil peran dalam pesta demokrasi.

Perwakilan Umat Katolik, Frans Lamere mengatakan jika sesuai dengan ajaran yang dianut, pada pemilu kali ini umat diharuskan untuk menyambutnya dengan penuh cinta kasih.

“Karena ini merupakan pesta, maka kita diharuskan untuk menyambutnya dengan penuh cinta kasih, harus dirayakan dengan kegembiraan tidak boleh ada paksaan di dalamnya,”katanya.

Seluruh umat Katolik, diharuskan untuk datang ke TPS dan menyalurkan hak pilihnya. Dalam menyalurkan hak pilih tersebut, negara juga telah menjamin. Menurutnya, pelaksanaan Pemilu merupakan tugas negara yang harus dijalankan bersama, sehingga menjadi tanggung jawab semua umat yang ada di Indonesia untuk turut mengambil bagian.

“Kita itu diberitahu untuk menjadi orang katolik 100 persen dan warga negara 100 persen dengan begitu mewajibkan bagi seluruh umat Katolik harus terlibat secara aktif, tidak diizinkan itu yang namanya golput,” tegasnya.

Keharusan bagi umat Katolik untuk datang ke TPS pada 17 April mendatang juga telah diserukan jauh hari sebelumnya, bahkan bagi yang ingin merencanakan liburan harus dilakukan sebelum atau setelah pemilihan berlangsung sehingga bisa tetap menyalurkan hak pilihnya.

Pengumuman Kabupaten Bombana

Menurutnya, umat Katolik memang selalu diperingatkan untuk ikut serta, namun demikian pemimpin mereka di gereja tidak pernah menyerukan tentang politik praktis kepada umat.

“Kami di gereja itu ada pemimpin namanya pastor, kami selalu diingatkan wajib menyalurkan hak pilih, tetapi pastor tidak pernah menekan siapa yang harus kami pilih, tidak pernah pastor melakukan politik praktis,” ujarnya.

Ditegaskannya, jika umat Katolik tidak pernah menjadikan rumah ibadah atau gereja sebagai tempat untuk kampanye, karena rumah ibadah merupakan tempat yang suci, tidak dibenarkan ada aktivitas politik di dalamnya.

Selain itu, kata Frans jika mereka juga selau diimbau tentang bagaimana memperlakukan surat suara agar suara yang mereka salurkan tetap sah dan tidak sia-sia.

“Umat selalu disampaikan tentang ketelitian dalam memilih, kita bisa melihat melalui siaran TV atau media-media, itu sudah banyak diajarkan bagaimana ketika datang dan menyalurkan hak pilih kita,”katanya.

Saat datang ke TPS, maka harus memeriksa terlebih dahulu surat suara yang diberikan, jangan sampai ada bagian yang cacat, sehingga meskipun sudah menyalurkan hak pilih tapi surat suaranya cacat maka suara dinyatakan tidak sah. Satu suara yang diberikan pada bilik TPS akan sangat menentukan nasib bangsa lima tahun ke depan.

Frans juga mempertegas arti pancasila bagi umat Katolik yang tidak perlu dipertentangkan lagi dengan ideologi lain. Semua umat telah sepakat jika pancasila adalah ideologi negara yang bisa menyatukan segala perbedaa.

“Sejak zaman kemerdekaan, kita ini majemuk dan hanya pancasila yang mampu membuat kita hidup rukun seperti ini, ini adalah seruan moral yang harus dijunjung tinggi,” pungkasnya.

Laporan: Fiyy

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU